"Berjuang untuk hutan dan makhluk hidup di dalamnya adalah pekerjaan mulia, maka tidak ada yang boleh mengatakan bahwa perempuan yang turut masuk menjaga hutan adalah perempuan yang tidak benar karena sejatinya menjaga hutan adalah tugas bersama"
Tema:
Hutan merupakan sumber kehidupan, tak terkecuali hutan yang berada di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Provinsi Aceh. Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) adalah salah satu Kawasan Pelestarian Alam di Indonesia dengan keanekaragaman hayati yang tinggi di Pulau Sumatra dengan luas 830.268.96 hektar. Secara administrasi pemerintahan, Taman Nasional Gunung Leuser terletak di 2 Provinsi, yaitu Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Taman Nasional Gunung Leuser bagian Aceh meliputi wilayah Subulussalam, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tengah, Gayo Lues, Bener Meriah, Aceh Tamiang, sedangkan bagian Provinsi Sumatra Utara, meliputi Kabupaten Dairi, Karo, dan Langkat. Dalam struktur organisasi Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser terbagi dalam 3 bidang pengelolaan wilayah taman nasional, yaitu Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Tapaktuan, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Kutacane, dan Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Stabat.
Saat ini penulis sedang melaksanakan magang di Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Kutacane. Selama magang berlangsung banyak pelajaran dan pengalaman yang sangat berkesan, terutama dalam penerapan ilmu kehutanan yang sudah penulis miliki berbekal dari perkuliahan. Ketika dalam dunia perkuliahan lebih dominan diberikan teori, maka ketika magang kita akan langsung praktek ke lapangan berbekal teori yang ada maupun yang didapat di lapangan nantinya. Salah satu contohnya adalah penggunaan GPS dan pengenalan satwa orangutan sumatera (Pongo abelii). Ketika penulis ditugaskan untuk ke lapangan bersama para petugas baik yang berasal dari staff Taman Nasional maupun masyarakat lokal, penulis belajar bagaimana cara menggunakan GPS mulai dari rekam perjalanan (Track Record), pengambilan titik dengan mencari satelit terlebih dahulu, hingga mempelajari jalur yang dilalui agar track yang direkam tidak berantakan. Kemudian mengetahui bagaimana cara membedakan orangutan sumatera (Pongo abelii) atau lebih dikenal dengan sebutan mawas. Secara kasat mata, mawasa betina dan jantan dibedakan dari ukuran tubuhnya. Namun, ternyata kita juga bisa loh membedakannya lewat alat kelamin. Bahkan sejak mawas masih anak-anak kita sudah bisa mengetahui apakah ia jantan atau betina.
Bekerja di lapangan bukanlah hal yang mudah, banyak sekali bahaya dan rintangan yang harus dihadapi terlebih bagi seorang perempuan. Seperti halnya dalam kegiatan yang penulis lakukan di lapangan, yaitu monitoring orangutan. Kegiatan ini sangat menguras energi, tenaga, dan emosional. Bagaimana tidak, kegiatan monitoring yang dilakukan menggunakan metode "focal" yang mana dalam metode ini pengamat mengikuti kegiatan orangutan dari pagi saat ia bangun dan keluar dari sarang hingga malam saat sudah membangun sarang dan tidur. Mengikuti orangutan dengan metode focal pastinya membuat pengamat harus mengikuti kemanapun ia pergi tanpa memikirkan atau memilih harus melewati jalur yang mana terpenting dalam hal ini pengamat tidak kehilangan orangutannya. Banyak yang meragukan kesanggupan penulis karena dalam tim monitoring yang terdiri dari 4 orang, hanya penulis satu-satunya perempuan. Sayangnya keraguan tersebut terpatahkan karena penulis bukanlah sembarang perempuan yang menyerah begitu saja. Saat ditantang, maka penulis pantang untuk menyerah dan karena kegigihan penulis saat itu sehingga penus mampu untuk melewati tantangan tersebut, bahkan perempuan berbadan kecil ini membuat anggota tim lainnya mengacungkan jempol. Perlu ditanamkan dalam diri seseorang, ketika kita melakukan sesuatu terlebih itu adalah hal yang kita senangi, lakukanlah dengan sepenuh hati maka semua akan terasa sangat nikmat dan berkesan.
Patutnya banyak hal yang disyukuri menjadi seorang perempuan. Mungkin sebagian orang beranggapan bahwa perempuan yang masuk ke dalam hutan adalah suatu hal yang tidak wajar. Namun, sebenarnya siapa pun orangnya, apapun jenis kelaminnya saat tujuannya masuk ke dalam hutan adalah untuk menjaga hutan dan niat yang ditanamkan dari awal adalah niat yang baik, maka tidak ada yang bisa menilai bahwa perempuan itu buruk. Saat orang-orang memikirkan bagaimana shalat di dalam hutan, bagaimana tidak bersentuhan dengan para laki-laki saat di hutan, dan pikiran-pikiran buruk lainnya maka penulis punya jawabannya. Saat penulis masuk ke dalam hutan, kami tetap bisa melaksanakan shalat dengan wudhu di sungai atau mata air yang ada di dalam hutan. Lalu shalatnya dimana? tentunya sebelum masuk ke dalam hutan kami sudah mempersiapkan segala perlengkapan yang diperlukan, salah satunya adalah mukenah dan sajadah outdoor. Hal yang membuat penulis sangat bersyukur adalah dipertemukan dengan tim yang sama-sama mengingatkan dalam kebaikan dan menegur dalam kesalahan. Karena penulis merupakan perempuan dan yang paling muda, anggota tim lainnya sangat menghormati dan melindungi penulis. Sungguh sangat berkesan dan membantah perspektif negatif dari orang-orang di luar sana.
Dengan adanya kegiatan magang, tentunya penulis sudah melihat dan merasakan bagaimana situasi yang akan dihadapi di dunia kerja. Kegiatan magang membuat penulis banyak mendapat pelajaran dan pengalaman berharga. Hal itu juga yang membuat penulis harus lebih banyak membaca, belajar, dan menekuni serta mempraktekkan banyak hal untuk bekal yang lebih matang di dunia kerja nantinya. Tidak ada yang menghalangi kegigihan seseorang selagi ia mau dan mampu untuk mengusahakannya.